Figur bobrok pun dipromosikan sebagai teladan di kalangan pelajar.
Sungguh miris. Buku pelajaran sekarang kok semakin kurang ajar.
Bagaimana tidak, anak-anak usia SMP malah diajar untuk mengenal simbol
seks super bejat dari kalangan artis internasional.
Ya, belum lama ini dunia pendidikan kembali gempar gara-gara
ditemukannya sepotong wajah artis porno Jepang Maria Ozawa alias Miyabi
di dalam buku pelajaran sekolah.
LKS Bahasa Inggris The Bell Kelas IX SMP ditemukan kali pertama di
SMP Islam Brawijaya, Kota Mojokerto. LKS bergambar Miyabi ini sudah
beredar di sekitar 29 SMP negeri se-Kabupaten Mojokerto.
(Kompas.com.26/9/12)
Di buku itu, anak didik diminta mendeskripsikan apa yang mereka
ketahui tentang Miyabi. Walaupun gambarnya terbilang sopan, namun ini
sama saja dengan mengajari anak-anak untuk mengenali dunia pornografi.
Tak ayal jika berbagai kalangan berang. “LKS ini harus ditarik dan
diganti, juga penerbit dan penyusun tidak dipakai lagi tahun depan,”
kata Ketua DPRD Kabupaten Mojokerto Setia Puji Lestari seusai rapat
dengar pendapat dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Mojokerto, Selasa
(25/9/2012).
Teladan Kebobrokan
Sebelum geger Miyabi, buku pengayaan pembelajaran anak SD juga pernah
ditemukan bermuatan pornografi. Seperti buku Duka di Wibeng,Tambelo
Kembalinya si Burung Camar, dan Tidak Hilang Sebuah Nama yang pernah
beredar di 136 SD di Kebumen. Di sana ada dialog tentang bagaimana trik
berhubungan seks agar terhindar dari kemungkinan hamil dan penyakit
kelamin. Lalu jauh sebelum itu, ada buku untuk anak SD memuat kisah
tentang “istri simpanan”.
Jadi, kasus Miyabi ini hanya pengulangan dari keteledoran (atau
memang sengaja?) pihak terkait terhadap konten buku ajar. Yang
mengherankan, mengapa sosok Miyabi yang dipilih untuk menguji
pengetahuan siswa? Mungkin tujuannya agar siswa selalu mengetahui
informasi kekinian, yang trend alias up to date. Tapi, bukankah masih
banyak sosok terkenal lainnya yang lebih baik dan bisa diteladani?
Bukankah semua tahu betapa bejatnya sosok Miyabi? Orangtuanya sendiri
memutus hubungan dengan bintang porno ini karena memilih menjadi artis
pengumbar syahwat sekaligus pemuja seks bebas.
Inilah bukti kekeroposan moral bangsa ini. Bahkan sekadar
mencontohkan sosok teladan dalam buku pelajaran pun, pihak-pihak terkait
–khususnya yang terlibat dalam penyusunan dan penerbitan buku– tak
mampu memilih dan memilah mana yang baik dan mana yang buruk.
Betapa banyak sosok bobrok yang disanjung-sanjung dan dipromosikan
sebagai teladan di kalangan anak-anak dan remaja. Mereka terus diekspose
media massa, meski secara pribadi cacat moral. Contoh lain, siapa anak
kecil yang tak kenal Ariel Noah (dulu Peterpan, red)? Pelaku zina ini
justru makin melambung namanya selepas dari penjara. Apakah pemahaman
tentang sosok-sosok seperti ini yang ingin ditanamkan pada anak didik?
Teladan apa yang bisa diharapkan generasi penerus dari mereka?
Pendidikan Seks Ala Barat
Beredarnya buku pelajaran yang kontraproduktif dengan tujuan
pendidikan, hendaknya menjadi perhatian serius. Pasalnya, bukan
sekali-dua pemerintah kecolongan dengan beredarnya buku-buku bermuatan
jorok tersebut. Hal ini membuktikan lemahnya pengawasan terhadap
buku-buku pelajaran karena ternyata tidak steril dari konten yang tak
mendidik, bahkan cenderung merusak.
Mungkin, ada yang berdalih “tidak apa-apa sebagai pendidikan seks
untuk anak-anak”. Padahal anak-anak SD dan SMP sejatinya belum
membutuhkan pemahaman terkait hal-hal yang sifatnya tabu berupa seks.
Mereka bukanlah manusia dewasa yang kebelet ilmu-ilmu seks dikarenakan
kebutuhan menikah, satu-satunya jalan legal untuk menyalurkan naluri
seksual.
Lalu untuk apa dijejali pendidikan seks sejak dini? Terlebih jika
pendidikan seksnya mengadopsi kurikulum ala Barat yang sarat dengan
rangsangan-rangsangan seksual. Seks adalah “ilmu alamiah,” kelak
anak-anak akan tahu pada saatnya, walaupun tidak dengan pendidikan seks
secara khusus.
Pemaksaan Nilai Liberal
Belakangan ini seolah ada pemaksaan agar anak-anak sejak usia dini
memahami masalah seks. Seperti dirancangnya kurikulum kesehatan
reproduksi (Kespro) ala Barat, termasuk di dalamnya mengenal alat-alat
kontrasepsi sejak dini. Kondom pun lantas dikampanyekan ke
sekolah-sekolah hingga pesantren dengan dalih menambah pengetahuan siswa
agar kelak bisa menghindarkan diri dari penularan HIV/Aids. Apa
urgensinya?
Semua itu tidak terlepas dari diterapkannya sistem sekuler saat ini
yang tidak menabukan seks. Dalam pandangan ideologi sekular-liberal ini,
seks dianggap sebagai motivator kehidupan. Manusia akan loyo, tidak
aktif dan kreatif jika naluri seksnya disumbat. Karena itu, ideologi ini
meniscayakan pengumbaran syahwat di manapun, kapanpun dan untuk
siapapun.
Ironisnya, filosofi rusak ala Barat ini justru diimpor dengan sadar
oleh negeri ini. Kran pornografi dan pornoaksi pun lantas dibuka
lebar-lebar. Kebebasan pers, kemajuan teknologi dan mengglobalnya
informasi telah membawa serta sampah informasi berupa kepornoan yang
begitu mudah diakses.
Informasi seputar pornografi dan pornoaksi dikemas seolah-olah elegan
dengan mengatasnamakan ilmu pengetahuan berjuluk seksologi. Rubrik
konsultasi seks bertebaran di media cetak dan online yang bisa dibaca
anak-anak sekalipun. Padahal di dalamnya berisi tata cara senggama yang
sangat privat dan tabu dibicarakan di ranah publik.
Tak heran bila Indonesia selalu menduduki ranking atas untuk
¨prestasi¨ pornografi. Dan tak aneh pula bila anak-anak Indonesia kian
akrab dengan hal-hal berbau kepornoan. Bukan mustahil bila 5, 10 atau 15
tahun mendatang anak-anak akan tumbuh menjadi generasi pemuja syahwat
persis seperti yang terjadi di Barat. Bukankah tanda-tanda kehancuran
moral remaja saat ini sudah demikian kentaranya? Apakah masih kurang
bukti bagi kita untuk bertindak?
Pandangan Islam
Islam mengakui naluri seksual sebagai fitrah manusia. Nah, karena
sifatnya fitrah, akan secara alami manusia mampu mengimplementasikannya
dalam kehidupannya kelak ketika dewasa dan masa itu tiba (baca:
menikah).
Islam tak pula menafikkan ilmu pengetahuan tentang naluri seksual,
namun tidak akan diumbar untuk konsumsi publik secara vulgar. Terlebih
tak perlu diajarkan pada anak-anak sejak usia dini. Pendidikan seks pada
hakikatnya sudah include dengan pendidikan tsaqofah Islam secara
terintegrasi. Juga, include dengan penerapan sistem kehidupan berdasar
syariat Islam secara keseluruhan.
Misalnya, melalui penerapan sistem pergaulan sosial, dimana Islam
membentengi warga negaranya dari pemicu syahwat di ranah publik.
Caranya, negara wajib memblokir arus kepornoan di tempat umum. Negara
wajib melarang warga negaranya mengumbar aurat, khalwat, ikhtilat, dan
memerintahkan menundukkan pandangan. Semua itu semata-mata untuk
membersihkan masyarakat dari racun-racun pembangkit syahwat.
Dengan cara seperti ini kepornoan tak akan eksis. Apalagi sampai
mengakomodasi bom seks semacam Miyabi. Tak akan pernah, selama sistem
Islam ditegakkan secara kaffah dalam naungan Khilafah Islamiyah.(kholda)
Sumber : ( http://hizbut-tahrir.or.id/2012/10/06/ada-dibalik-lks-bergambar-bintang-porno/ )
Minggu, 07 Oktober 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar