Rabu, 13 Juni 2012

Menjauhi KebisinganUnderground Tauhid - Kemana Utuy?

Semua orang mencari-cari. Sudah lebih dari sebulan ia menghilang tak kenal rimbanya. Terkadang Utuy memang menjengkelkan. Penghuni Condominium Gembel Makmur Group sudah mencak-mencak. Bukan hanya karena bulan ini Utuy menunggak tagihan listrik, tagihan PDAM sampai tagihan panci yang ia kredit 15 tahun lamanya, tapi juga kehadirannya selalu ditunggu-tunggu oleh penghuni GMG serta ribuan kolektif-kolektif politis di seantero jagat. Coba tanya saja Kiblay. Sudah berapa kali ia meminta tukang pos untuk pulang daripada mendatangi apartemen Utuy yang kosong sebulan ini dalam keadaan sia-sia tanpa hasil. Padahal ada ribuan surat undangan mampir ke rumahnya. Mulai dari sekedar meminta petuah, sampai undangan menjadi pembicara di konferensi aliansi gembel internasional anti fasis, anti sosialis, anti kapitalis, sampai antiseptik. Bahkan ada juga proposal permohonan dana untuk acara-acara musik besar-besaran yang berlangsung di Jakarta akhir-akhir ini. Padahal kan, untuk makan saja Utuy numpang di “kafe” Mpok Minah, apalagi nyumbang-nyumbang, mana bisa?
Begitu pula pada saat penghuni GMG ramai-ramai menolak kehadiran Lady Gagap, yang merupakan saudara kandung beda ayah-beda ibu dengan Azis Gagap, Utuy dicari untuk dimintai fatwanya. Tapi kemanakah dia? Semua orang hanya bisa menggelengkan kepala. Akhirnya warga GMG pun lebih memilih menahan diri sampai suasana kembali tenang.
Tapi beberapa hari yang lalu, tersiar sebuah kabar. Selidik punya selidik, ada kabar Utuy sedang di luar kota, mbambung. Cak Cingur, salah seorang Manajer Teritori GMG wilayah Jawa Timur, mengabari satpam condominium GMG lewat BBM kalau posisi Utuy di Surabaya. Saat mendapati kabar tersebut, penghuni GMG langsung menggelar sujud syukur. “Subhanallah, berarti Utuy masih hidup?” kata seorang penghuni sambil mengusap air matanya.
Dulu, banyak yang mengira, Utuy menjadi korban jatuhnya pesawat Sukhoi. Soalnya, melihat dari pengalaman, Utuy memang sering keluar kota naik pesawat. Biasanya, ia menyusup di bagasi, atau ruang tempat roda pesawat bersemayam. Maklum, Utuy ini memang luar biasa. Dia-lah satu-satunya gembel yang pernah naik pesawat.
Terlepas dari tidak mengudaranya suara Utuy dari balik gubuk kumuh sambil menghujat gedung pencakar langit yang biasa ia lakukan tiap pagi, ada hal yang mungkin bisa jadi renungan bagi seluruh warga GMG. Sebelum pergi tanpa kabar, kebetulan Utuy pernah berucap dan itu diingat-ingat oleh Kiblay beserta para koleganya. Utuy menukil sebuah sajak dari nisan seorang sultan di Aceh.
Dunia ini bayang-bayang yang cepat berlalu
Seorang tamu dimalam hari,
Mimpi orang yang tidurnya nyenyak
Dan sekilat cahaya yang bersinar di cakrawala harapan.
Sambil tersungut-sungut Utuy melafal sajak itu. Air matanya pecah. Tubuhnya bergetar seperti diguncang gempa. Seketika ia teringat banyak hal yang telah berlalu dalam hidupnya. Masa lalu yang kelam. Masa saat ia tak kenal sedikitpun gentar dari dosa. Masa dimana ia mempermainkan Tuhan dalam kelakar kebodohannya sendiri.
Setelah itu, ia menghilang. Menelusup di balik kegelapan malam, sampai detik ini. Kiblay masih ingat betul. Sedih rasanya bila mengingat kepergiannya. Tapi ia pernah berucap,”Blay, gua pergi dulu. Mau cari Tuhan gua”. Itu kata terakhir yang diucapkan. Kiblay hanya menangkap sedikit pesan tersirat itu. Ia pikir, Utuy hanya pergi ke masjid. Tapi kok lama begini?
Entahlah. Kadang kalau edan-nya lagi kumat, Utuy nge-punk abis, tapi kalau sudah begini, ia jadi seperti sufi. Pernah suatu hari, ia pergi tanpa kabar sampai jangka waktu yang lama. Ketika pulang, wajahnya bercahaya berbinar-binar. Katanya,”gua cuma pengen menjauh dari kebisingan ini”.
Apa yang dimaksud kebisingan itu sendiri, banyak yang tidak tahu. Tapi, mungkin beberapa warga bisa mengira-ngira, kebisingan bisa diartikan sebagai pengganggu yang hadir dalam hidup kita. Kita juga teringat, kebisingan biasa terjadi di jalan raya. Bisa terjadi juga di tempat kerja. Bahkan termasuk di rumah kita sendiri. Dan kemungkinan besar, ia menemani setiap hembusan nafas kita.
Itulah pertanyaan yang coba dijawab oleh manusia-manusia yang lari dari pattern aman menuju pada kebahagiaan hakiki dari jiwanya. Mereka berontak sebab mereka muak. Mereka melawan bukan karena selama ini tertawan. Mereka lari bukan karena takut, sebab mereka ingin hal lain yang membuat mereka mengerti tentang arti hidup ini.
Itu termasuk salah satu prinsip Utuy. Ia pernah bilang kalau jiwa itu juga punya hak untuk diperhatikan. Ketika Utuy sibuk berkonsolidasi dengan berbagai holding company yang berkorporasi mensejahterakan kaum pinggiran, Utuy merasa lelah pula. Berapa ribu jam ia curahkan hanya untuk mementingkan orang lain. Berapa peras keringat yang ia hasilkan dari berpikir bagaimana caranya orang-orang di sekitarnya tidak bernasib sama dengannya: nelangsa.
Kebisingan itu yang Utuy tolak. Sama seperti ketika Dave Dictor bilang Punk sekarang sudah basi. Sama seperti Ian Mc Kaye yang menolak bergabung atau bahkan enggan diakui oleh gerakan populer bernama ”straight edge” dimana ia menjadi inspiratornya. Atau di banyak tempat, ketika banyak punggawa band legendaris ”bunuh diri” dan mengatakan band gue udahfucking dead”. Atau bahkan yang lebih edan lagi, seperti saat Kurt Cobain menanam peluru Remington di kepalanya saat ia sedang mencapai puncak ketenaran
Pemberontakan mereka terhadap kebisingan dan rutinitas bisa jadi amat penting dijadikan hikmah. Dan Utuy saat ini berpikir begitu. Namun, sampai kapan? Apakah sampai gerakan aktivisme GMG yang Utuy bangun selama ini bubar barisan? Kan, sayang sekali.
Namun akhirnya memang warga GMG diharap maklum. Sang Ketua Besar sedang ingin merenungi diri. Siapa tahu, sepulangnya dari sana, Utuy bisa jadi pribadi yang sakinah, mawadah, wa rahmah. Eh, salah, maksudnya pribadi yang hanif (kata ganti ”straight”).
Oleh : Bey Erest


( source :  http://www.undergroundtauhid.com/menjauhi-kebisingan/ )

0 komentar:

Posting Komentar