Rabu, 02 Mei 2012

ISLAM SEBAGAI AGAMA SEKALIGUS IDEOLOGI

Tidak sedikit kaum muslim yang menyatakan bahwa islam adalah agama, bukan ideologi. Sebab, ideologi adalah ciptaan akal manusia sementara agama adalah ciptaan allah. Namun tidak sedikit pula kaum muslim yang menyatakan bahwa islam adalah agama sekaligus ideologi. Lantas, manakah yang benar ?
Makalah ini mencoba membuktikannya dengan sistematika bahasan : (1) pengertian ideologi; (2) standar shahih atau tidaknya suatu ideologi ; (3) sumber-sumber ideologi; (4) Islam sebagai agama sekaligus ideologi ? (5) macam-macam ideologi yang ada di dunia; dan (6) analisis komparatif terhadap ideologi-ideologi yang ada di dunia, berdasarkan bukti rasional-faktual (dalil aqli) dan bukti imani (dalil naqli). 

Pengertian Ideologi
Istilah ideologi memang merupakan istilah yang baru, terutama setelah munculnya ideologi dunia seperti kapitalisme-sekulerisme dan sosialisme-komunisme. Bagi Islam dan kaum muslim, istilah ideologi merupakan istilah serapan, sebagaimana halnya istilah aqidah, dustur (UUD) dan qanun (UU) pada zaman masing-masing ketika istilah ini muncul pertama kalinya dan dipakai oleh kaum muslim. Misalnya, istilah aqidah. Istilah ini tidak dipakai dalam nash-nash al-Quran dan as-Sunnah – sebaliknya yang diperkenalkan al-Quran dan sunnah adalah istilah iman – namun pada akhirnya istilah aqidah dapat diterima oleh kaum muslim, setelah para ulama ushuluddin menggunakannya pada sekitar pertengahan abad ke-6H; dan istilah tersebut tidak bertentangan dengan al-Quran.
Istilah aqidah merupakan pedanan dari kata iman, yang digunakan baik oleh al-Quran maupun sunnah. Demikian pula dengan istilah dustur dan qanun yang digunakan pada abad ke-18 M, setelah negara-negara eropa bangkit dan membuat UUD atau UU. Seiring dengan perjalanan waktu, istilah UUD dan UU ini kemudian diterjemahkan dalam bahasa Arab dengan istilah ad-Dustur wa al-qawanin. Awalnya, istilah ini dipakai oleh para ulama bahasa untuk menulis buku yang berisi aturan bahasa, seperti kitab Dustur al-Muntaha atau Dustur al-Mubtadi. Hal yang sama terjadi pada istilah ideologi. Istilah ini digunakan dalam bahasa Arab dengan sebutan yang sama, yakni idiyuluji, atau dengan sebutan yang berbeda, yakni mabda’.
Secara umum, ideologi (Arab : mabda`/idiyuluji) menurut Muhammad Ismail dalam kitab Al-Fikru Al-Islami (1958) adalah “al-fikru al-asasi tubna alaihi afkaar” (pemikiran mendasar yang di atasnya dibangun pemikiran-pemikiran lain). Yang dimaksud dengan pemikiran mendasar adalah pemikiran yang tidak dibangun dari pemikiran yang lain. Dalam hal ini tidak ada lagi pemikiran lain yang lebih dalam atau lebih mendasar daripadanya. Pemikiran seperti ini, menurut Muhammad Ismail, hanya ada pada pemikiran yang menyeluruh tentang alam, manusia dan kehidupan; juga tentang apa yang ada sebelum dan sesudah kehidupan; serta tentang hubungan antara alam, manusia dan kehidupan dengan apa yang ada sebelum dan sesudah kehidupan. Pemikiran yang menyeluruh ini disebut sebagai aqidah. Dengan demikian, ideologi itu pada hakikatnya adalah pemikiran mendasar (baca, akidah).
Pertanyaannya, apakah setiap pemikiran mendasar atau akidah bisa menjadi sebuah ideologi? Sebuah pemikiran mendasar akan menjadi sebuah ideologi manakala pemikiran mendasar (akidah) tersebut dapat memancarkan sistem (nizham) bagi segala aspeknya seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya. Gambar berikut menjelaskan pengertian ideologi secara umum.
Agar pemikiran mendasar (aqidah) tersebut dapat melahirkan aneka peraturan hidup (nizham), maka ia haruslah bersifat ‘aqliyah, atau dapat dikaji dan diperoleh berdasarkan suatu proses berpikir; bukan diperoleh melalui jalan taklid tanpa melibatkan proses berpikir. Aqidah semacam ini disebut ‘aqidah ‘aqliyah,  yang  di atasnya dapat  dibangun  pemikiran-pemikiran cabang tentang kehidupan. Oleh karena itu, dengan ungkapan yang lebih spesifik, ideologi (mabda’) dapat didefinisikan sebagai “aqidah aqliyah yanbatsiqu ‘anha nizham” (aqidah aqliyah yang melahirkan nizham/peraturan kehidupan) (Taqiyyudin An Nabhani, 1953 : 22). Dari sini terlihat bahwa akidah merupakan asas bagi sebuah ideologi, sehingga yang menentukan benar atau salahnya sebuah ideologi adalah akidahnya.
Definisi ideologi sebagai “aqidah aqliyah yang melahirkan nizham” ini bersifat umum. Dalam arti, ia dapat dipakai dan berlaku untuk ideologi-ideologi dunia seperti kapitalisme dan sosialisme, dan dapat pula berlaku untuk Islam. Sebab Islam mempunyai sebuah aqidah aqliyah, yaitu Aqidah Islamiyah dan mempunyai peraturan hidup (nizham) yang sempurna, yaitu Syariat Islam.
Dari sisi lain, ideologi tersusun dari fikrah (ideas, thoughts) dan thariqah (method). Ideologi dari sisi ini ditinjau dari segi: Pertama, konsep/pemikiran murni –yang semata-mata merupakan penjelasan konseptual tanpa disertai bagaimana metode menerapkan konsep itu dalam kenyataan— dan Kedua, metodologi yang menjelaskan bagaimana pemikiran/konsep itu diterapkan secara praktis. Tinjauan ideologi sebagai kesatuan fikrah-thariqah ini dimaksudkan untuk menerangkan bahwa thariqah adalah suatu keharusan agar fikrah dapat terwujud. Di samping itu, juga untuk menerangkan bahwa fikrah dan thariqah suatu ideologi adalah unik. Artinya, setiap ada fikrah dalam sebuah ideologi, pasti ada thariqah yang khas untuk menerapkan fikrah tersebut, yang berasal dari ideologi itu sendiri, bukan dari ideologi yang lain.
Fikrah merupakan sekumpulan konsep/pemikiran yang terdiri dari aqidah dan solusi terhadap masalah manusia. Sedang thariqah –yang merupakan metodologi penerapan ideologi secara operasional-praktis— terdiri dari penjelasan cara solusi masalah, cara penyebarluasan ideologi, dan cara pemeliharan aqidah. Jadi, ideologi ditinjau dari sisi ini adalah gabungan dari fikrah dan thariqah, sebagai satu kesatuan. (Taqiyyudin An Nabhani, 1953, Nizham Al Islam, hlm. 22-23).




( source : http://permatahatiku2020.wordpress.com )

0 komentar:

Posting Komentar